Arsitektur Tradisional
Sering diartikan sebagai arsitektur adat atau bahkan diartikan sebagai arsitektur kuno. Kata “tradisi’ berasal dari bahasa latin “tradere” yang berarti menyerahkan atau dari kata “traditium” yang berarti mewariskan. Jadi kata tradisi dapat diartikan sebagai suatu proses penyerahan atau pewarisan sesuatu dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dengan demikian maka arsitektur tradisional adalah arsitektur yang hidup dan didukung oleh beberapa generasi secara berurutan. Karena adanya perbedaan waktu dan tingkat kemajuan jaman, maka arsitektur pun juga mengalami perubahan. Namun pola dan bentukkannya tidak akan jauh berubah dari pola dan bentuk yang terlebih dahulu diwariskan oleh generasi sebelumnya. Hal tersebut dapat dipahami karena “tradisi” dapat diartikan sebagai suatu “proses”, tetapi dapat pula dipahami sebagai suatu “produk” atau hasil akhir.
Rapoport (1990) menjelaskan makna arsitektur tradisional lingkungan (vernacular environment) yang terbagi dalam dua atribut yaitu karakteristik proses dan karakteristik produk. Karakteristik proses menyangkut hubungan dengan proses terbentuknya lingkungan, bagaimanakah lingkungan tersebut tercipta, proses penciptaan termasuk di dalamnya proses tak sadar diri perancang (un-selfconscious); karakteristik produk akan berhubungan erat dengan bagaimanakah ciri-ciri lingkungan tersebut, kualitas lingkungan, persepsi pemakai serta aspek estetika bangunan.
v Contoh Arsitektur Tradisional :
- Rumah Bele Li Tidulu Gorontalo
Pada mulanya rumah-rumah di Gorontalo merupakan sebuah bentuk segi empat yang besar dan luas dengan bentuk atap yang tinggi. Rumah ini terbagi menjadi empat bagian yakni surambe (tampat menerima tamu lelaki), duledehu / hihibata (tempat menerima tamu wanita), huali (tempat istirahat) dan depula (dapur). Biasanya dapur di pisahkan oleh jembatan dari bangunan utama, menurut adat masyarakat Gorontalo, dapur itu merupakan rahasia, jadi setiap tamu yang bertandang kerumah tidak boleh melewati jembatan tersebut.
Disamping itu orientasi bangunan harus menghadap ke timur, dengan posisi kamar menghadap ke utara. Hal ini menurut kepercayaan masyarakat Gorontalo bahwa semua rejeki itu selalu datang berbarengan dengan sinar matahari, dan posisi kamar yang menghadap ke utara karena rejeki selalu mengalir seperti air sungai, yaitu dari utara ke selatan. Selain itu posisi rumah sebelah kanan terdapat masjid, sebelah kanan rumah terdapat luyu (tempat menyimpan hasil pertanian) dan di depan terdapat lapangan.
Sejak revolusi industri banyak perubahan yang terjadi pada bentuk rumah tradisional masyarakat Gorontalo, mulai posisi tangga yang semula hanya satu dan berada didepan bangunan, diubah menjadi dua dan berada di samping kiri dan kanan bangunan, sampai bukaan pintu dan posisi kamar yang sejajar sampai kebelakang.
Rumah tinggal pada masyarakat Gorontalo digunakan sebagai tempat melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang disebut dengan bele. Berdasarkan sejarah pekembangan rumah masyarakat Gorontalo mulai dari yang paling sederhana yakni membuat hunian di pohon-pohon sampai ke perkembangan rumah yang lebih sempurna yang dinamakan Bele Dupi. Bele Dupi inilah yang berkembang terus menyesuaikan peradaban masyarakat gorontalo yang sampai sekarang sudah mulai punah.
Sebelum mengenal papan atau kayu, mereka menggunakan dahan pohon sebagai tempat tinggal yang dikenal dengan sebutan wombohe. Dengan adanya alat-alat pemotong kayu, maka mereka mulai membangun rumah yang bertiang namun masih beralas tanah dan berdinding dedaunan yang disebut bele huta-huta, kemudian diganti dengan bambu yang dibelah-belah yang dikenal dengan bele tolotahu. Seiring dengan perkembangan zaman, maka perkembangan teknologi pun mulai merubah pola pikir dan perilaku masyarakat. Rumah yang awalnya menggunakan bambu diganti dengan papan mulai dari bele yilandongo, bele kanji, bele dupi, bele lo tidulu, banthayo po bo’ide sampai iladia.
Arsitektur Vernakular
Merupakan sebuah kegiatan arsitektur yang masih memanfaatkan berbagai jenis bahan tradisional yang ada di daerah sekitar dan umumnya pembangunan akan dilakukan tanpa adanya pengawasan dari seseorang yang berpengalaman di bidang arsitektur.
Sebuah daerah yang masih menetapkan desain arsitektur vernakular umumnya akan mempunyai ciri-ciri bangunan yang hampir sama pada suatu daerah dengan konsep desain yang menyerupai karena bangunan tersebut dibuat memakai bahan-bahan yang serupa. Desain arsitektur ini juga mewakilkan dari desain arsitektur tradisional yang ada pada sebuah daerah dan memiliki desain tradisional yang diberikan secara turun temurun yang bisa dianggap sebagai salah satu bentuk warisan dari sebuah budaya yang ada.
Dalam sejarahnya, desain arsitektur vernakular pertama kali digunakan ketika manusia membutuhkan sebuah tempat untuk beristirahat dan berlindung hingga akhirnya membangun sebuah rumah sederhana yang terbuat dari berbagai sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Seiring dengan perkembangannya, desain bangunan tradisional tersebut akan menjadi sebuah acuan bagi suatu daerah dalam membangun sebuah bangunan dan menjadikan daerah sekitarnya memiliki desain yang senada.
v Contoh Arsitektur Vernakular :
- Rumah Gadang di Sumatera Barat
Dilansir dari Arsitur rumah Gadang atau rumah asli suku Minangkabau di Indonesia memiliki desain arsitektur vernakular yang ada sejak dulu hingga kini. Bangunan rumah Gadang mempunyai desain yang unik seperti bentuk atapnya yang runcing dan menyerupai tanduk kerbau. Atap tersebut dibuat dengan menggunakan bahan tradisional seperti ijuk yang terbuat dari akar-akar tanaman dan dedaunan yang dikeringkan. Rumah gadang yang sudah mengalami perubahan desain biasanya tidak memiliki atap tradisional dan sudah berganti dengan yang terbuat dari seng.
Sejak dulu kala, pembangunan rumah Gadang sudah dibuat dengan memperhitungkan berbagai faktor geografis yang ada. Wilayah di Sumatra Barat cukup rawan dengan gempa oleh karena itulah dalam pembangunannya menggunakan bahan-bahan alami dan tradisional yang kuat dan tahan terhadap dengan guncangan gempa.
Desain dari rumah Gadang tersebut hingga kini banyak diadopsi dan daerah di sekitarnya tetap menggunakan desain dari rumah Gadang sebagai acuan dalam membangun rumah ataupun properti lainnya.
Perbedaan Arsitektur Tradisonal dan Arsitektur Vernakular
Dalam setiap tahun dan generasi berbeda tentunya mempunyai gaya dan perbedaan arsitekturalnya masing-masing. Meskipun serupa, ternyata arsitektur tradisonal dan vernakular mempunyai perbedaannya masing-masing. Anda bisa mengetahui apa saja yang menjadi perbedaan antara arsitektur vernakular dengan tradisional seperti yang ada di bawah ini:
- Seperti yang dilansir dari DICRC, arsitektur tradisional memanfaatkan perkembangan teknologi yang sudah ada sejak dulu kala dan mengadopsinya agar pembangunannya bisa menjadi lebih baik. Sedangkan arsitektur vernakular tidak menggunakan teknologi terbaru dan lebih memilih untuk memanfaatkan sistem teknologi pembangunan seadanya.
- Arsitektur tradisional biasanya dibangun dengan menggunakan tenaga yang disiapkan secara khusus untuk membangunnya. Sedangkan bangunan arsitektur vernakular dibangun dengan menggunakan masyarakat lokal yang ada di sekitarnya dan tidak menggunakan seseorang yang mengerti tentang sistem arsitektur sama sekali.
- Arsitektur vernakular mengadopsi bahan-bahan yang ramah lingkungan dan tidak akan mengganggu eksosistem yang ada. Sedangkan arsitektur tradisional memang menggunakan bahan yang alami akan tetapi dalam pembangunannya tidak ada perhitungan terhadap keramahan lingkungannya.
- Bangunan arsitektur tradisional biasanya mengadopsi desain yang sudah diwariskan secara turun temurun dan akan mengalami perubahan mengikuti zaman, sedangkan arsitektur vernakular mempunyai sebuah konsep desain yang alami dan tidak akan mengalami perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar